Etika Meminta Izin

Adab-Adab Meminta Izin[1]

Allah ta’ala berfirman -yang artinya-:

“ Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian masuk kedalam rumah selain rumah kalian hingga kalian meminta izin “( An-Nuur :27)

Allah ta’ala berfirman -yang artinya-:

“ Wahai orang-orang yang beriman, hendaknya para budak kalian dan juga anak-anak yang belum balgh memninta izin kepada kalian “( An-Nuur : 58)

Allah ta’ala berfirman -yang artinya-:

“ Dan apabila anak-anak kalian telah baligh hendaknya mereka meminta izin “( An-Nuur : 59)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya meminta izin itu agar menjaga pandangan” Muttafaq ‘alaihi[2]

Diantara adab-adab meminta izin :

  1. Disunnahkan untuk mendahuluinya dengan salam sebelum meminta izin.

Dari Kaldah bin Hanbal, dia berkata : Sesungguhnya Shafwan bin Umayyah, mengutusnya menjumpai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa susu, beberapa za’faran dan anak rubah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat itu berada didataran tinggi Makkah, lalu sayapun masuk tanpa memberi salam, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kembalilah dan katakan Assalamu ’alaikum”. Kejadian ini setelah Shafwan bin Umayah memeluk Islam.[3]

Dan dari Rib’I, dia berkata: “Telah bercerita kepada kami seorang dari bani ‘Amir, sesungguhnya dia meminta izin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sementara beliau berada dirumahnya, maka dia berkata: “A’aljj, Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada pembantunya: “Keluarlah dan ajarkan kepadanya adab meminta izin, maka ia mengatakannya: “Katakanlah Assalaamu ’alaikum, bolehkah saya masuk?”[4]

Dan dari Ibnu Abbas berkata, “Umar meminta izin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau mengucapkan: “Assalamu ’ala Rasulillah, Assalamu ’alaikum, apakah Umar diperbolehkan masuk?”[5]

  1. Hendaklah orang yang meminta izin untuk berdiri disebelah kanan atau sebelah kiri pintu.

Hal ini dimaksudkan agar dia tidak mengarahkan pandangannya kepada tempat-tempat yang tidak halal baginya dirumah orang tersebut, atau sesutau yang dibenci oleh sipemilik rumah, jikalau dia mengarahkan penglihatannya kepada sesuatu yang ada dirumahnya. Karena sesungguhnya meminta izin itu disyariatkan untuk menjaga pandangan.

Dari Abdullah bin Busr, beliau berkata: “ Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi kediaman suatu kaum, beliau tidak menghadap kearah pintu rumah dengan wajahnya, akan tetapi beliau memelingkan wajahnya kearah kanan atau kiri, dan berkata: “Assalamu ’alaikum, assalaamu ’alaikum”. Hal itu dikarenakan rumah kediaman disaat itu belum memiliki penghalang seperti daun pintu.[6]

Dan dari Huzail, beliau berkata: “ Seseorang telah datang dan berdiri ditengah-tengah pintu rumah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta izin, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “ Hendaklah kamu melakukan begini dan begini, karena disyariatkan meminta izin itu karena menjaga pandangan”.[7]

  1. Haram hukumnya bagi seseorang memandang kedalam rumah yang bukan rumahnya tanpa izin.

Meminta izin tidak disyariatkan kalau bukan karena pandangan, barangsiapa yang telah berlebihan untuk memandang kepada apa-apa yang tidak dihalalkan baginya dengan tanpa izin, lalu kedua matanya dicungkil, tidak ada qishash dan denda padanya. Sandaran dalil hal itu sebagaimana yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya beliau bersabda: “Barangsiapa yang dengan sengaja menengok atau memandang kedalam rumah orang lain tanpa seizin pemiliknya, maka halal bagi mereka untuk mencukil matanya”.[8]

Abu Hurairah juga meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila seseorang menengok atau melihat kedalam rumahmu tanpa izin dari kamu, lalu anda melemparnya dengan batu kerikil hingga tercungkil matanya, maka tidak ada dosa bagi kamu”.[9]

Dan dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwa seseorang memandang kepada sebagian kamar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka Rasulullah menghampirinya dengan membawa anak panah atau beberapa anak panah, dann aku melihat kepada beliau yang seolah-olah hendak menikamnya”.[10]

  1. Meminta izin itu hanya tiga kali

Apabila seseorang meminta izin lalu diizinkan – maka dia boleh masuk – akan tetapi jika tidak hendaknya dia kembali. Abu Musa Al-Asy’ary berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian minta izin sampai tiga kali dan tidak dijawab baginya, maka hendaklah ia pulang”.[11]

Masalah : Jika kita meminta izin sudah tiga kali dan belum ada jawaban, akan tetapi kita menyangka mungkin pemilik rumah belum mendengarnya, maka apa yang harus kita lakukan ketika itu?

Jawab : Ulama mengatakan: “Sebaiknya beramal dengan kedzahiran hadist diatas” dan ada yang mengatakan hendaklah ia menambah sampai suara orang yang meminta izin itu benar-benar terdengar”.[12]

Imam Malik berkata: “Meminta izin itu batasnya tiga kali, tidak disunnahkan bagi seseorang utnuk menambahnya walaupun cuma sekali, kecuali bagi orang yang benar-benar yakin kalau yang dimintai izin itu belum mendengar suaranya, maka aku berpendapat boleh untuk menambahnya”.[13]

  1. Jangan mengatakan “ saya “, saja ketika meminta izin jika di tanya “Siapakah ini “

Dikarenakan jika orang yang meminta izin hanya mengatakan “saya”, tidak akan mengidentifikasi yang meminta izin. Dengan begitu kesamaran tetap akan menyertai keberadaannya. Dan perkataannya : “ Saya “ tidak berarti apapun juga.

Hukum makruh ini dapat diperoleh dari hadits Jabir radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: “ Saya mendatangi Rasulullah “ untuk membayar hutang ayahku, kemudian aku mengetuk pintu rumah beliau, beliau bertanya, “Siapa itu?” Aku berkata ‘saya, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “saya, saya” sepertinya beliau tidak menyukai jawaban tersebut.”[14]

Dan tidak mengapa jika orang yang meminta izin mengatakan: “ saya, sifulan “. Diriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah dari Bapaknya, beliau berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dan pergi kemasjid, sedangkan Abu Musa sedang membaca, maka beliau bertanya, siapa ini? Aku menjawab “Saya, Buraidah yang menjadi tebusanmu “ Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Sungguh orang ini telah diberi senandung seperti senandung keluarga Daud”.[15]

Dan tidak mengapa jika seorang yang minta izin untuk mengatakan: “ saya Abu fulan “, sebagaimana hadist yang telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Bahwasannya Ummu Hani’ datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada tahun Futuh Makkah. Dan dia mendapati beliau sedang mandi, dan Faatimah anak beliau menutupi beliau. Ummu Hani’ mengatakan: “ maka saya mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Siapakah ini ?” Ummu Hani’ berkata: “ Saya Ummu Hani’ binti Abi Thalib… al-hadits”[16]

Dan tidak mengapa mengatakan: “ Saya Al-Qadhi fuan, atau Asy-Syaikh fulan, apabila dengan nama tidak sukup mengidentifikasi karena kesamarannya. Seperti yang dikatakan oleh An-Nawawi[17].

Catatan penting : Jika nama orang yang meminta izin tidak dikenal karena adanya kesamaan nama dengan orang lain dan sulit untuk membedakan jika sekedar mendengar suaranya saja, maka dianjurkan bagi orang yang meminta izin untuk menghilangkan kesamaran agar bisa dikenal. Hal ini akan semakin jelas dengan hadits berikut : Setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhuthbah di hadapan para wanita pada hari ‘Ied, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang menuju kearah rumah beliau. – Orang yang meriwayatkan hadits ini mengatakan – : “Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan menuju kerumah beliau, Zainab istri Ibnu Mas’ud datang meminta izin kepada beliau. Lalu dia mengatakan: ”Wahai Rasulullah, ini Zainab.” Maka beliau berkata :”Zainab yang mana?” Dia berkata :”Zainab istri Ibnu Mas’ud.” Beliau berkata :”Ya, persilahkan dia masuk!”, maka beliau memberi izin kepada Zainab…al-hadits.[18]

6. Sudah sepantasnya bagi orang yang meminta izin untuk tidak mengetuk pintu terlalu keras.

Karena hal ini termasuk adab yang buruk. Diriwayatkan dari Anas bin Malik, beliau berkata : “Pintu kediaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diketuk dengan menggunakan kuku.”[19]

Al Hafidz Ibnu Hajar mengatakan :”Adab ini dilakukan oleh para sahabat sebagai gambaran adab yang tnggi, adab ini adab yang terpuji bagi seseorang yang berada didekat pintu, adapun yang jauh dari pintu, sehingga suara ketukan pintu dengan kuku tidak terdengar, maka sebaiknya mengetuk pintu lebih keras lagi sesuai yang dibutuhkan.”[20]

Al Maimuniy berkata :” Seorang perempuan mengetuk pintu Abu Abdillah dengan ketukan yang keras, maka Abu Abdillah keluar dan mengatakan: :Ketukan ini adalah ketukan polisi ! [21]

7. Jika pemilik rumah menyuruh untuk kembali, maka orang yang meminta izin harus kembali.

Hal ini berdasarkan firman Allah :

ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠﭡ ﭢ ﭣ ﭤ

“ Dan apabila diaktakan kepada kalian, kembalilah. Maka kalian kembalilah. Yang demikian itu lebih menyucikan bagi kalian “( An-Nuur : 28 ).

Qatadah mengatakan : “ Sebagian kaum Muhajirin berkata: “Sungguh aku umurku telah tersita semuanya pada ayat ini. Dan tidaklah saya mendapati ayat ini, ketika saya meminta izin kepada para saudaraku, lalu mereka mengatakan kepadaku: “Pergilah “ maka akupun pergi, sementara aku dalam keadaan geram . [22]

8. Tidak diperbolehkan untuk memasuki rumah yang didalamnya tidak ada seorangpun.

Dikarenakan hal itu meruapakan sikap sewenang-wenang terhadap hak orang lain. Ibnu Katsir mengatakan: “ Hal itu dikarenakan merupakan pengguaan milik orang lain tanpa izinnya. Apabila dia menghendaki niscaya dia mengizinkanya dan jika tidak maka dia tidak akan mengizinkannya “[23]

9. Apabila seseorang diundang atau diutus kepada seseorang, maka tidak diperlukan baginya minta izin.

Hal itu dikarenakan bahwa undangan dan diutusnya seseorang untuk menjemputnya sudah terkandung padanya permintaan izin. Maka undangan atau seseorang yang menjemputnya sudah mewakili permintaan izin.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang telah diutus kepada seseorang maka itulah izin baginya”.[24]

Dan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu juga, bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Apabila seseorang mengundang kalian untuk makan, kemudian dia mengutus seseorang sebagai utusannya, maka itu merupakan izin baginya”.[25]

Ulama mengecualikan pada masalah ini, jika seseorang terlambat menghadiri undangan pada waktunya, atau pada waktu itu ia berada pada tempat yang terkondisikan baginya untuk meminta izin, maka dia mesti meminta izin.[26]

10. Meminta izin ketika ingin berdiri dan meninggalkan dari majlis.

Yang demikian itu merupakan adab nabawiyah yang mulia. Pengunjung diarahkan untuk memiliki adab ketika hendak meninggalkan majlis. Maka, sebagaimana anda meminta izin ketika hendak masuk, begitu pula hendaknya engkau meminta izin ketika hendak meninggalkan majlis.

Kemungkinan alasan diharuskannya hal itu, karena ditakutkannya mata akan melihat hal-hal yang tidak halal untuk dilihat, atau minimal hal-hal yang tidak disukai. Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ”Jika salah seorang diantara kalian mengunjungi saudaranya kemudian duduk didekatnya, janganlah berdiri sampai dia memberikan izin kepadanya.”[27]

Didalam hadits tersebut terkandung peringatan untuk beradab dengan adab yang mulia, yaitu orang yang berkunjung sepantasnya tidak berdiri sampai diberi izin oleh tuan rumah. Kebanyakan manusia di sebagian negeri-negeri Arab talah mengabaikan adab-adab nabawiyah yang mulia ini. Anda akan mendapati mereka keluar dari majlis tanpa meminta izin, tidak sebatas ini saja bahkan juga dengan tanpa salam. Yang seperti ini jelas-jelas telah menyelisihi adab-adab Islam lainnya, demikian sebagaiman dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani.[28]

11. Meminta izin kepada ibu atau saudara perempuan.

Yaitu agar penglihatan tidak melihat hal-hal yang dilarang, misalnya aurat, atau hal-hal lainnya yang tidak disenangi kaum wanita jika diketahui oleh selain mereka.

‘Alqamah mengatakan : ”Seorang laki-laki datang kepada Abdullah dan mengatakan :”Apakah aku harus meminta ijin kepada ibuku?” maka Abdullah mengatakan: ” Tidaklah pada setiap keadaan ibumu itu, engkau akan melihat sesuatu yang kau sukai saja”[29]

Diriwayatkan dari Muslim bin Nadzir mengatakan :”Seorang laki-laki bertanya kepada Hudzaifah :”Apakah aku harus meminta izin kepada ibuku?” Hudzaifah mengatakan: ”Jika engkau tidak meminta izin kepada ibumu, engkau akan melihat hal-hal yang engkau benci.”[30]

“Atha’ mengatakan :”Aku bertanya kepada Ibnu Abbas :”Apakah aku harus meminta izin kepada saudara wanitaku?” Maka dia menjawab :”Ya.” Kemudian dia berkata lagi, “Aku memiliki dua saudara wanita dalam rumahku dan aku menjaganya serta memberikan nafakah kepada keduanya, apakah aku juga harus meminta izin kepada keduanya?”

Ibnu Abbas menjawab, “Ya, apakah kau akan senang jika terlihat olehmu aurat mereka?!”[31]

12.Disunnahkan memberikan kabar kepada istri ketika akan masuk rumah.

Yaitu agar suami tidak melihat istrinya dalam keadaan yang dapat membuatnya marah, atau istri sedang melakukan sesuatu yang tidak ingin dilihat oleh suaminya, sementara dia dalam keadaan tersebut.

Dari Zainab istri Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anha, dia berkata: “ Jika Abdullah datang dari menyelesaikan suatu keperluan, maka ia berdehem karena khawatir kami dalam keadaan yang ia tidak sukai”.[32]

Ahmad berkata, “Jika dia masuk kerumah keluarganya, maka di mendehem,”

Dan Muhanna mengatakan: “Ahmad ditanya tentang seseorang yang masuk kerumahnya apakah diharuskan baginya untuk meminta izin? Ahmad menjawab, “Hendaklah ia mengeraskan suara sendalnya jika ia masuk”.[33]

13. Para pembantu dari kalangan budak dan anak-anak yang belum baligh, diharuskan bagi mereka untuk meminta izin kepada mereka dalam tiga keadaan :

Pertama : Sebelum shalat fajar

Kedua : Waktu tidur siang sebelum dzuhur

Ketiga : Setelah shalat isya

Dan selain dari ketiga waktu tersebut maka tidak ada dosa bagi mereka. Ibnu Katsir berkata, “Maksudnya apabila mereka masuk pada selain dari tiga waktu diatas, maka tidak ada dosa bagi kalian jikalau kalian membolehkan mereka, dan juga mereka tidak berdosa apabila melihat sesuatu diselain dari tiga waktu tersebut.

Dikarenakan mereka telah diberikan izin untuk masuk, dan dikarenakan merekaadalah orang-orang yang selalu hilir mudik ditengah-tengah kalian yakni sebagai pembantu dan lain sebagainya, …[ kemudian beliau menyebutkan atsar Ibnu Abbas ]: Dari ‘Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa dua orang laki-laki bertanya kepada beliau tentang adab meminta izin pada tiga aurat yang telah dijelaskan oleh Allah didalam Al-Qur`an. Ibnu Abbas berkata: “Sesungguhnya Allah itu Maha menutupi aurat hamba-Nya, dan Dia menyukai jika hambanya menutup aurat. Sedangkan kaum muslin saat itu tidak mempunyai penutup didepan pintu-pintu kediaman mereka, dan tidak juga penghalang dirumah mereka. Terkadang seseorang terkejutkan oleh pembantu, anaknya atau anak angkat yang berada dalam asuhannya, sementara dia lagi bercengkerama dengan isterinya. Maka Allah memerintahkan kepada mereka untuk meminta izin pada tiga waktu aurat yang telah disebutkan Allah. Kemudian Allah lalu memerintahkan untuk menghalangi, dengan memudahkan rizki bagi mereka, Dan mereka lantas menjadikan penghalang/tirai dan juga membuat dinding penghalang. Kemudian kaum muslimin menganggap bahwa yang seperti itu sudah cukup bagi mereka dari permintaan izin yang mereka telah diperintahkan sebelumnya.[34]


[1] Anda dapat mencermati, jikalau kami medahulukan bab. Salam dari pada bab. Meminta Izin, karena mengucapkan salam disunnahkan dimulai sebelum meminta izin, berdasarkan zhahir hadits-hadits dalam masalah ini, diantaranya sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “ Katakanlah Assalamu ‘Alaiku, bolehkan saya masuk “. Takhrijnya akan segera disebutkan. Dan juga berdasarkan amalan para sahabat ridhwanallahi ‘alaihim.

[2] Mutaffaqun alaihi

[3] HR. Ahmad ( 14999 ), Abu Daud, dan lafazh diatas adalah lafazh beliau ( 5176 ). Al-Albani mengatakan : Shahih, At-Tirmidzi ( 2710 )

[4] HR.Ahmad ( 22617 ) dan Abu Daud dan lafazh diatas adalah lafazh beliau (5177) dan Al-Albaniy berkata: “Shahih “

[5] Dikeluarkan Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad. Al-Albani mengatakan : Shahihul Isnad . ( Shahih Al-Adab Al-Musfrad hal. 420 ). Ibnu abdil Barr menyebutkan hadits ini dengan sanad beliau, dan sebelum beliau mengutip sanadnya : Hadist yang terbaik yang diriwayatkan berkenaan dengan pembahasan Al-Isti’dzaan – meminta izin – … ( At-Tamhid 2 / 202 )

[6] HR. Ahmad (17239), Abu Daud dan lafazh diatas adalah lafazh riwayat beliau (5186) Al-Albaniy berkata hadits ini shahih, Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (1078) dengan lafazh: “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila dia mendatangi pintu untuk meminta izin, beliau tidak mendatangi dengan berhadapan langsung dengan pintu, akan tetapi beliau mendatanginya dari sebelah kanan atau sebelah kiri dan sungguh akan diberikan izin kepadanya,jikalau tidak hendaknya dia kembali pulang”. Al-Albaniy berkata: “Hasan Shahih)

[7] HR. Abu Daud (5174) dan Al-Albaniy mengatakan: Shahih.

[8] HR. Muslim (2158)

[9] HR. Al-Bukhari (6888) dan Muslim (6158)

[10] HR. Al-Bukhari (6242) dan Muslim (2157)

[11] HR. Al-Bukhari dalam Shahihnya (6245) dan Muslim (2153) dan beliau menambahkan dari hadits ini dan sebuah kisah yang sangat mashyhur……antara Umar bin Khatab dan Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu ‘anhuma.

[12] Fathul Bari (11/29) hadits no.6245 dan Muslim dengan syarah An-Nawawi jilid 7 juz ke-14/108 hadits no.2153.

[13] At-Tamhid oleh Ibnu Abdil Barr (3/192)

[14] HR. Al-Bukhari (2251) dan Muslim (2155)

[15] HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad dan dishahihkan oleh Al-Albaniy pada no.1087 Dan pensyarah berkata, “Dikeluarkan oleh Muslim dalam bab Shalat dan Al-Hakim menshahihkannya. Aku berkata, “Dikeluarkan oleh Muslim dalam kitab Shalat Al-Musafirin dan Mengqasharnya, bab disunahkan untuk membaguskan suara dalam membaca Al-Qur`an (793) dari hadits Abdullah bin Buraidah dari Ayahnya, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Abdullah bin Qais atau Al-Asy’ary telah dianugrahkan senandung sebagaimanasenandung keluarga Daud”.

[16] Shahih Al-Bukhari (357) dan Muslim (336)

[17] Dan beliau mengatakan: “ Dan hadits Ummu fulan dipahami seperti hal tersebut. Dan semisalnya dari hadits Abu Qatadah dan Abu Hurairah. Dan yang paling baik adalah dengan mengatakan saya si fulan yang lebih dikenal dengan ini. Wallahu a’lam. ( Syarh Muslim hadits no. 2155 )

[18] HR. Bukhari no. 1462..

[19] HR. Bukhari dalam Adab Al-Mufrad (1080), Al-Albani mengatakan :”Shahih.”Hadist ini diriwayatkan oleh Al-Hakim didalam Ulum Al-Hadist dari hadits Al-Mughirah bin Syu’bah. Sebagaimana yang diaktakan Al-Hafidz didalam Fathul Bari ( 11 / 38 ) .

[20] Fathul Bari (11/38), hadits no ( 6250 ).

[21] Al-Adab Asy-Syar’iyah (1/73)

[22] Tafsir ibnu Katsir (3/281), surat An-Nuur :29.

[23] Tafsir Ibnu Katsir ( 3 / 281 )

[24] HR. Abu Daud (5189) , Al-Albani berkata, “Shahih”

[25] HR. Abu Daud (5190) Al-Albani berkata, “Shahih”

[26] Lihat Syarh Sunan Abu Daud pada hadits no. ( 5189, 5190 ) dan Syarh Al-Adab Al-Mufrad pada hadits no. ( 1074 )

[27] Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah karya beliau mengatakan : “ Diriwayatkan oleh Abu Asy-Syaikh dalam Tarikh Asbahaani hal ( 113.) Silsilah (1/304) no.182.”

[28] As-Silsilah Ash-Shahihah (1/306)

[29] HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad no. ( 1059 ). Asy-Syaikh Al-Albani mengatakan :”Shahihul isnad.”

[30] HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad no.( 1060 ). Syaikh Al-AlBani mengatakan :”Hasanul isnad”. Diriwayatkan juga oleh Malik dalam Al-Muwaththa’ beliau dari jalan Shafwan bin Salim dari Atha’ bin Yasar bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :”Ya Rasulallah, apakah aku harus meminta izin kepada ibuku?” Maka beliau menjawab :”Ya.” Laki-laki itu mengatakan :”Sesungguhnya aku selalu bersama ibuku dirumah.” Nabi berkata :”Mintalah izin kepadanya!” Laki-laki itu berkata :”Sungguh aku selalu membantunya.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata :”Mintalah izin kepadanya, apakah engkau suka ketika kelihatan olehmu auratnya?” Dia berkata :”Tidak.” Nabi berkata :”Maka mintalah izin kepadanya!” Ibnu Abdil Barr setelah mengutip hadits ini mengatakan :” Hadist ini tidak saya ketahui diriwayatkan secara musnad dengan jalan yang shahih dengan lafazh ini. Hadist ini hadits mursal shahih, dan maknanya disepakati keshahihannya”. (At-Tamhid : 16/229)

[31] HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (1063) Al-Albani berkata, “Shahih Sanadnya”

[32] Dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya (3/280) beliau berkata, “Sanadnya Shahih”

[33] Al-Adab Asy-Syar’iyah (1/424-425)

[34] Tafsir Ibnu Katsir (3/303) ketika menafsirkan (Surat Nuur ayat : 85) dan berkata beliau setelah menjelaskan atsar Ibnu Abbas: “ Dan sanad ini shahih kepada Ibnu Abbas”. Pada riwayat Abu Daud no.( 5192 ) dengan lafazh, “Beberapa orang penduduk Irak mengatakan: “Wahai Ibnu Abbas bagaimana pendapatmu tentang ayat ini? … al-hadits “, Asy-Syaikh Al-Albanimengatakan: “Isnadnya hasan mauquf) Ibnu Abdil Barr juga mengutip dengan sanad beliau kepada Ibnu Abbas sebagaimana lafazh hadits pada riwayat Abu Daud (At-Tamhiid : 233)

 

Kitab Al-Adab : Adab-Adab Meminta Izin

By Abu Muhammad bin Saleh Dikirimkan di Akhlak