Bashirah dan Ilmu

Allah berfirman.

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاوَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَمَآأَنَا مِنَ الْمُشْرِكِين

Katakanlah, “Inilah jalanku (agamaku). Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Mahasuci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik. [Yusuf/12:108]
َ
Dalam ayat ini, Allah jelaskan, jalan dakwah kepada Allah merupakan jalannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru dengan bashirah dari Allah dan mengajak dengan ilmu dan kepada ilmu, karena ilmu adalah pondasi perbaikan agama.

Ketika penduduk Makkah berada dalam kerusakan; rusak aqidah dan akhlaq. Mereka memakan bangkai, mengubur anak perempuan hidup-hidup, meminum khamer, melakukan perbuatan yang membinasakan dan membuat patung-patung dari kurma dan lainnya, jika lapar mereka memakan patung tersebut.

Ayat-ayat yang turun mengajak kepada ilmu, mengajak membaca dan menyuruh dengan perintah yang lain banyak, karena ilmu merupakan asas perbaikan. Karenanya lima ayat yang pertama kali turun, mengajak membaca, belajar dan mengajar. Allah berfirman

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ . خَلَقَ الإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ . اقْرَأْ وَرَبُّكَ اْلأَكْرَمُ . الَّذِي عَلَّمَ ابِالْقَلَمِ . عَلَّمَ اْلإِنسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ

Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. [Al Alaq/96:1-5)

Ayat-ayat permulaan ini tidak mengajak nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memecahkan wadah khamer, menghancurkan patung, ataupun yang lain, akan tetapi mengajak kepada ilmu. Allah telah mengajar manusia apa yang belum ia ketahui, mengeluarkan manusia dari perut ibunya dalam keadaan tidak mengetahui apapun. Lalu memberikan kalian pendengaran, penglihatan dan hati. Setiap kali manusia itu belajar dan memahami agamanya, dia akan semakin dekat kepada Rabbnya. Dan setiap kali mereka mengetahui tipu daya syaithan manusia dan jin, maka semakin mengenal kebenaran dan mengikutinya, mengenal keburukan dan menjauhinya.

Demikianlah seharusnya. Ketika rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim para da’i dan tenaga pengajar, beliau mengirim Mush’ab bin umair ke Madinah, mengutusnya dalam keadan mengerti tugas sebagai pengajar dan mengerti materi yang diserukan. Demikian juga Rasulullah mengirim Abu Musa Al-‘As’ariy dan Mu’az bin Jabal ke Yaman. Mereka itu dalam keadaan mengerti apa yang akan mereka dakwahkan. Ketika Rasulullah mengutus Mu’az ke Yaman, beliau berkata:

Sesungguhnya engkau akan mendatangi satu kaum dari ahli kitab, maka hendaklah yang pertama kali kau dakwahkan adalah SYAHADATU AN LAAILAHA ILLAH WA ANNA MUHAMMADAN RASULULLAH (persaksian bahwa tiada tuhan yang berhak di semabah kecuali Allah dan persaksian bahwa Muhammad Rasulullah) jika mereka mentaatimu maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibka kepada mereka sholat lima waktu …[Hadits].

Rasul tidak pernah mengirim orang awam atau orang bodoh untuk mengajak manusia kepada agama ini, akan tetapi hanya mengutus para da’I dan ulama’. Dari sini kita dapat mengetahui bahaya dan mudlaratnya sebagian jama’ah-jama’ah dakwah yang mengumpulkan orang dari pasar, lalu mengarahkan mereka dan mengutus mereka sebagai khatib dan pemberi peringatan. Mereka menasehati dan mengingatkan manusia, sementara mereka tidak memiliki ilmu. Sehingga mereka menganggap jelek sesuatu yang baik dan menganggap benar sesuatu yang salah.

Mereka menyebarkan hadits-hadits palsu dan cerita-cerita bohong mengenai Rasulullah. Mereka menyangka telah berbuat baik padahal tidak.

Oleh karena itu, seorang da’i harus mengetahui keadaan obyek dakwah, subyek dan materi dakwahnya serta memiliki kemampuan mematahkan hujjah dengan hujjah, dalil dengan dalil. Demikian juga mampu mengalahkan kebathilan dengan kebenaran. Sebagaimana firman Allah:

بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ وَلَكُمُ الْوَيْلُ مِمَّا تَصِفُون

Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada yang bathil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang bathil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensipati (Allah dengan sifat-sifat yang tak layak bagi-Nya). [Al Anbiya/21:18]

Oleh karena itu berdakwah kepada Allah harus berdasarkan ilmu, bukan berdasarkan kebodohan ataupun kebutaan. Seorang da’i harus mempersenjatai diri dengan ilmu yang bermanfaat dan amal shalih. Dia mesti menumpahkan perhatian kepada ilmu dan membuat program pengajaran untuk semua orang dan juga membuat program praktek lapangan dakwah kepada Allah. Adapun dakwah yang tegak diatas kebodohan dan taqlid (ikut-ikutan), memusuhi ilmu dan ulama’, maka itu bukan dakwah para nabi dan tidak berada diatas manhaj para nabi sedikitpun.

 

http://almanhaj.or.id/content/2933/slash/0

By Abu Muhammad bin Saleh Dikirimkan di Akhlak